Sabtu, 27 November 2010

Tips wedding fotografi

Posting ini akan membahas beberapa tips untuk fotografi pernikahaan dengan gaya fotojurnalistik atau dikenal juga dengan dengan istilah candid.

1. Refleksi

Manfaatkan pantulan pada cermin untuk mendapatkan dua frame sekaligus, seperti dibawah ini
DSC_3814Terkadang, pantulan dari pintu, air atau yang lainnya bisa membuat efek yang artistik
DSC_3725Foto pengantin wanita sewaktu make-up melalui cermin merupakan salah satu teknik klasik. Tantangannya adalah jangan sampai Anda juga ikut terpantul di cermin tersebut.

kartika-mirror

2. Hubungan antar manusia

Berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan pengantin, keluarganya dan bahkan tamu dapat menambah wawasan kita dan juga dalam menentukan momen yang bernilai untuk diabadikan.
Seperti foto dibawah ini, dimana saya menangkap ekspresi dari seorang Ayah dari pengantin yang sangat berbahagia karena kehadiran tamu. Sebelumnya, saya sempat berkomunikasi dengannya dan saya mendapatkan impresi memang Bapak yang satu ini sangat mementingkan hubungan baik antar keluarga dan sanak saudara. Tanpa wawasan tersebut, mungkin foto ini tidak akan saya ambil.
kartika-1

3. Anak-anak

Seringkali, banyak anak-anak yang lucu-lucu di pernikahaan, banyak yang memakai baju yang cantik dan menarik. Selain itu, anak-anak terlihat innocent (tampang tak berdosa) dan interaksi mereka kadang terlihat lucu. Tantangan foto anak-anak adalah mereka memiliki perhatian dan kesabaran yang sangat sedikit, dan mereka berpindah-pindah dalam waktu singkat. Untuk itu diperlukan stamina dan antisipasi yang baik.
kartika-kids-1kartika-kids-2starlet

4. Emosi dan ekspresi

Pada dasarnya, penampilan luar atau ekspresi kita adalah pancaran dari hati atau emosi kita. Bila kita senang, ekspresi kita pun bahagia. Di dalam sebuah pernikahaan, kita banyak menemukan ekpresi-ekpresi yang menarik, dari yang gugup, gembira, senang, bahagia dan sebagainya. Namun, untuk menangkap the defining moments (saat-saat yang menentukan) yaitu sekejab perasaan jiwa sang subjek, maka kita harus antisipasi dengan baik dan mengambil foto pada saat yang tepat.
Dibawah ini, salah satu ekpresi wajah pengantin pria saat diberi kejutan pada hari pernikahaannya sekaligus hari ulang tahunnya
DSC_4268
Saat wedding dance, pengantin pria ini seakan-akan ingin mengatakan I love you, dengan ekpresinya.
kartika-roby

Merangkul keterbatasan

Saya pertama kali mengetahui konsep ini dari buku Rework oleh 37 Signal, sebuah perusahaan software, dan saya rasa ada relevansinya dengan fotografi.
Konsepnya kurang lebih begini: “Keterbatasan adalah hal yang baik
Sering kali kita mengeluh, bahwa peralatan fotografi kita kurang bagus. Cuma punya kamera saku atau kamera film yang sudah usang, lensa kita kurang lengkap, ga ada uang untuk pergi ke luar negeri, dan lain lain.
Bila dilihat dari sisi positifnya, keterbatasan bisa membuat kita berpikir lebih kreatif, dan malah ilmu fotografi kita bisa berkembang jauh lebih pesat.
Bayangkan bila kita memiliki banyak lensa dan kamera, belum apa-apa kita sudah bingung mau memilih apa yang harus dibawa. Akhirnya kita membawa semua peralatan fotografi kita tentunya dengan tas besar. Sampai di lokasi kita kecapean karena beban yang kita pikul.
Setelah itu, kita bingung, mau memilih kamera dan lensa apa yang harus digunakan. Akhirnya kita jadi stres, hasil foto gak maksimal, bahu rasanya mau copot.
Apabila sejak awal kita membatasi diri dengan hanya membawa satu kamera dan satu lensa saja (apapun lensanya), maka kita akan lebih menikmati hari kita dan juga foto kita tentu lebih banyak yang baik. Kita juga akan belajar lebih banyak karena keterbatasan kamera dan lensa yang kita bawa, memaksa kita harus lebih kreatif.
Lalu banyak juga yang mungkin merasa kecil hati karena tidak memiliki uang atau kesempatan untuk ke luar negeri untuk foto-foto. Foto pemandangan atau potret di luar negeri dianggap lebih bagus daripada dalam negeri atau dalam kota. Pemikiran semacam ini sebenarnya membuat kita kurang berkembang.
Saat kita ingin keluar negeri untuk foto-foto, orang asing malah sibuk ingin datang ke daerah kita. Mengapa kita gak membuat keterbatasan ini sebagai kesempatan untuk membuat foto yang lebih menarik di dekat tempat tinggal kita? Misalnya mencoba hal-hal kreatif seperti mengambil sudut pandang yang berbeda dari pada yang lain atau membuat foto panorama atau hitam putih.
Keterbatasan sering merupakan keuntungan yang terselubung. Di saat kita terlalu banyak pilihan, malah kita tidak boleh ragu membatasinya untuk mendapatkan hasil yang optimal.


Sumber : http://www.infofotografi.com/blog/2010/05/merangkul-keterbatasan/

Etika Fotografer

Sebagai makhluk sosial, sebagai fotografer, kita tidak luput dari hubungan manusia. Bila kita hobi foto potret, maka kita akan berhubungan langsung dengan modelnya. Kalaupun hobi kita foto pemandangan, tetap saja kita harus berhubungan dengan orang lain di lokasi  untuk mendapatkan informasi atau bantuan.
Maka dari itu masalah etika, adalah masalah yang penting. Namun topik ini biasanya jarang di bahas, fotografer biasanya lebih tertarik membahas soal kamera, lensa, pencahayaan dan lain lain.
Maksud dari etika versi saya adalah bagaimana cara kita berhubungan antar manusia, antara fotografer dan model, antara fotografer dengan asisten, atau dengan masyarakat lokal. Dengan memiliki etika yang baik, fotografer tentunya diuntungkan dengan mendapatkan foto yang lebih berarti, enak dilihat dan alami. Orang-orang di sekitar kita pun akan lebih senang membantu kita.
Secara garis besar, memiliki etika yang baik berarti fotografer bersikap rendah hati, hormat terhadap orang lain, antusias dan baik hati. Dalam foto potret, misalnya, terutama bila modelnya wanita, kita menghormatinya dengan tidak menyentuh saat mengarahkan. Menyentuh model wanita sangat tidak sopan terutama di Asia dan membuat model tersebut menjadi tidak nyaman. Selain itu, hindari kebiasaan berbicara dengan nada memerintah  dan sering-seringlah memuji atau berterima kasih bila memang patut.
Saat foto potret, seringkali model kita tidak berpengalaman atau kaku di depan kamera. Hal ini wajar, dan bisa diatasi dengan banyak berkomunikasi dengan mereka. Banyaklah bertanya kepada mereka, tentang hal-hal yang berkaitan dengan mereka, misalnya bila ia seorang musisi, maka tanyakanlah tentang hal berbau musik, atau paling tidak hidup mereka secara umum. Hindari perbincangan tentang hal-hal negatif seperti perang, dan hindari topik SARA.
Seiring dengan waktu, dengan berkomunikasi dengan mereka, mereka akan merasa lebih nyaman. Saat berinteraksi dengan mereka, Anda bisa memperhatikan bahasa tubuh mereka, sehingga memiliki ide sudut pandang  dan pose yang terbaik untuk mengambil foto. Hasilnya adalah foto yang lebih alami dan lebih cocok dengan karakter mereka.
Dengan berkomunikasi dan berusaha mengenal keluarga multikultural ini, mereka menjadi nyaman akan kehadiran saya, alhasil saya bisa mengambil foto ini. Saya menyukai foto ini karena secara alami melukiskan cinta ibu terhadap anak dan kesibukan sang ayah di depan komputer
Dengan berkomunikasi dan berusaha mengenal keluarga multikultural ini, mereka menjadi nyaman akan kehadiran saya, alhasil saya bisa mengambil foto ini. Saya menyukai foto ini karena secara alami melukiskan cinta ibu terhadap anak dan kesibukan sang ayah di depan komputer
Maka dari itu, untuk foto potret, saya lebih menyukai foto sendiri daripada foto bersama kelompok fotografer lainnya. Dengan kehadiran banyak fotografer atau asisten dengan peralatan-peralatan yang rumit, kesempatan untuk berkomunikasi dengan model menjadi hampir tidak ada. Malahan yang terjadi adalah model akan merasa semakin tidak nyaman dan ini akan tercermin pada raut muka dan bahasa tubuh mereka.
Bayangkan bila Anda adalah modelnya, sangat tidak nyaman bukan? Seperti rusa muda yang siap diterkam serigala-serigala lapar
Bayangkan bila Anda adalah modelnya, sangat tidak nyaman bukan? Seperti rusa muda yang siap diterkam serigala-serigala lapar dari segala penjuru, depan, bawah dan samping.
Singkatnya, perlakukan orang-orang sekitar seperti Anda ingin diperlakukan. Dengan demikian, fotografi Anda akan bisa lebih maju. Selamat mencoba.


http://www.infofotografi.com/blog/2010/06/etika-fotografer/